ilustrasi |
RELAWAN BARAK -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut sistem e-budgeting yang saat ini digunakan Pemprov DKI Jakarta tidak bisa menyaring penyimpangan anggaran .
Anies mengklaim DKI sedang menyiapkan sistem baru untuk menggantikan sistem e-budgeting era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Namun ia enggan merinci terkait sistem baru yang digagas usai kebobolan Pemprov DKI tersebut. (sumber)
E-budgeting merupakan sistem penyusunan anggaran elektronik yang diatur dalam Peraturan Gubernur nomor 145 tahun 2013. Sistem ini digencarkan pada era Ahok. Menurutnya, sistem e-budgeting saat ini memmiliki sejumlah kelemahan.
"Karena seperti sekarang, kalau ada penyimpangan seperti anggaran yang lucu-lucu itu, tidak bisa dibedakan, ini adalah kemalasan, ini adalah keteledoran, atau ini adalah titipan. Tidak bisa dibedakan itu. Kenapa? Ya karena sistemnya bebas begitu," kata Anies saat ditemui di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (3/11).
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu berkata, nantinya sistem baru akan lebih transparan.
"Sistem yang dibuat itu harus berfungsi menaklukkan semua. Sehingga harus rajin, harus jujur. Kalau sistem itu hanya berfungsi jika penggunanya jujur, nah, jika penggunanya rajin, maka akan kecolongan terus," ujarnya.
Publik dihebohkan dengan serangkai anggaran janggal dalam APBD DKI Jakarta 2020. Beberapa di antaranya adalah anggaran pengadaan lem aibon senilai total Rp82,8 miliar dan anggaran pulpen yang disebut sebesar Rp123 miliar.
Setelah masalah itu mengemuka ke publik, Anies hanya menyalahkan sistem yang dioperasikan sejak era Ahok. Ahok pun menjawab tudingan Anies dengan sindiran balasan.
"Sistem itu berjalan baik jika yang input datanya tidak ada niat mark up apalagi maling," ujar Ahok kepada CNNIndonesia.com, Kamis (31/10).
0 komentar:
Posting Komentar